Minggu, 18 April 2010

PENDIDIKAN PEMERDEKAAN DAN MULTIKULTURAL UNTUK PENDIDIKAN DASAR INDONESIA

PENDIDIKAN PEMERDEKAAN DAN MULTIKULTURAL UNTUK PENDIDIKAN DASAR INDONESIA
Disusun sebagai tugas mata kuliah Sosio-Antropologi Pendidikan


NATIQOTUL MUNIROH
07204241003


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVESITAS NEGERI YOGYAKARTA
2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia secara kuantitas telah mengalami kemajuan dengan ditandai banyaknya jumlah sekolah maupun lembaga pendidikan yang semakin menjamur. Namun, hal tersebut kurang diimbangi dengan kualitas pendidikan yang masih tampak kecil dengan usaha fisik yang telah dilakukan.
Menurut Romo Mangun, kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan Negara-negara Asia lain, disebabkan karena kurangnya memaksimalnya dalam menghargai anak sebagai anak. Budaya indoktrinasi dan menghafalkan menyebabkan anak tidak memiliki kreatifitas dan jiwa eksplorasi untuk menemukan mengembangkan sendiri ilmu. Guru hanya mendampingi anak didik untuk belajar.
Di Indonesia, krisis kepercayaan terhadap intelektualitas kian menguat saat bangsa yang secara ekonomi amat kaya ini sebagai sarag koruptor dan miskin. Konflik politik dan kekuasaan yang mewarnai pasang surutnya persatuan Indonesia harus menjadi perhatian dan perlu diwaspadai oleh kemampuan manajemen bangsa agar tidak memecah belah persatuan Indonesia.
Solusi untuk permasalahan pendidikan di Indonesia adalah dengan penerapan pendidikan pemerdekaan dan Multikultural. Pendidikan tersebut harus diintegrasikan dalam kurikulum yang ada di Indonesia, apapun bentuknya. Hal tersebut dikarenakan dua jenis pendidikan tersebut mengusung prinsip memanusiakan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui urgensi pendidikan dasar
2. Untuk Memahami pentingnya pendidikan pemerdekaan dan multicultural untuk diitegrasikan dalam kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Dasar dan Pemikiran Romo Mangun
Menurut Romo Mangun, pendidikan dasar merupakan aspek paling penting untuk pengangkatan harkat dan martabat manusia, terutama kaum Kecil-Lemah-Miskin-Tersingkir (KLMT). Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia perlu meningkatkan kualitas manusia anak bangsa dengan memprioritaskan kebijakan pada dunia pendidikan dasar. Mengingat rakyat Indonesia yang dapat mengenyam Perguruan Tinggi hanya 2 % dari jumlah keseluruhan rakyat . Maka, hal tersebut menjadikan pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang diharapkan mampu membekali peserta didik dengan aneka pengetahuan, keterampilan dansikap-sikap dasar yang memungkinkan peserta didik tumbuh menjadi manusia utuh-warga begara-masyarakatyang berwatak mulia, terampil, bertanggung jawab, dan mempunyai pelibatan social baik dengan maupun tanpa pendidikan formal lanjutan. Anak-anak SD itulah yang ekan menjadi generasi bangsa Indonesia selanjutnya, yang meneruskan perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Secara kelakar meski serius, Romo Mangun mengatakan bahwa Perguruan Tinggi boleh brengsek, tapi SD harus berkualitas tinggi. Tamatan SD yang tangguh akan mencari sendiri dan menemukan sendiri informasi dan penembahan keterampilan yang ia perlukan untuk maju. Hal ini menjadikan pelajaran sejarah sangat penting untuk dipelajari, sehingga dapat kita ketahui bahwa tokoh-tokoh Indonesia seperti Adam Malik, Jendral Soedirman yang hanya tamatan SD, serta berhasilnya kemerdekaan Indonesia benar-benar tangguh sebagai zaman emas bagi Indonesia. Tetapi jika SD kacau balau, maka jangan diharapkan peserta didik pada sekolah lanjutan dan Perguruan Tinggi akan baik pula. Jika dihitung-hitung, dari 2% mahasiswa di Indonesia yang benar-benar menjadi mahasiswa (melaksanakan tri darma Perguruan Tinggi) masih sebagian kecil saja.
Tugas pendidikan (sekolah) adalah menghantar dan menolong peserta didik untuk mengenali dan mengembangkan potensi-potensi dirinya agar menjadi manusia yang mandiri, dewasa dan utuh, manusia merdeka sekaligus peduli dan solider dengan sesame manusia, dalam ikhtiar meraih kemanusiaan yang semakin sejati, dengan jati diri dan citra diri yang semakin utuh dan integral (Mangunwijaya, 2004). Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang secara substansial tidak dapat dipisahkan. Manusia selama hidupnya melaksanakan pendidikan . Bahkan sering didengar long life education atau pendidikan sepanjang hayat. Bila pendidikan bertujuan membuat generasi muda menjadi manusia yang dewasa, haruslah yang menyangkutsemua aspek dimensi manusia sebagai pemenuhan terhadap seluruh kebutuhan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang tidak menekankan segi pengetahuan (kognitif/intelektual) saja, tetapi juga harus menekankan segi emosi, rohani, hidup bersama, toleransi, terbuka dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Model pendidikan robot yang menekankan metode hafalan dan sikap penurut telah melahirkan gagasan Romo Mangun dengan pendidikan yang mengembang keingintahuan, eksplanasi, dan kekritisan. Pemikiran tersebut telah merintis sebuah pendidikan alternative di SD Mangunan dan yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) . SD Mangunan tersebut SD dalam naungan yayasan DED yang menerapkan kurikulum Nasional dengan pengembangan kurikulum yang terintegrasi pendidikan pemerdekaan dan pendidikan multicultural.

B. Pendidikan Pemerdekaan
Sudah saatnya pendidikan dikembangkan pada fungsi awalnya yaitu untuk pencerdasan, pendewasaan dan pemandirian masyarakat. Pendidikan yang bermekanisme belajar untuk seumur hidup berpedoman bahwaseluruh masyarakat adalah sekolah. Peserta didik harus punyasikap dasar sebagaimodal yaitu “semua orang adalah guruku” sehingga pada saatnya nanti “ semua orang adalah muridku juga”. Pendidikan harus membekali dan mendampingi peserta didik agar:
a. Secara perseorangan menjadi pribadi yang cerdas, terampil, jujur, berkarakter, takwa dan utuh.
b. Dari segi social menjadi manusia dengan rasa solidaritas dan pelibatan diri yang bertanggung jawab.
Pendidikan diarahkan pada proses emansipasi para peserta didik yang mempunyai tujuan yaitu:
a. Manusia eksplorator: suka mencari, bertanya, bertualang, punya keyakinan bahwa manusia bertanya lebih tinggi tingkatnya daripada yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada.
b. Manusia kreatif: pembaharu, berjiwa terbuka, dan merdeka; kritis, kaya imajinasi, dan fantasi, serta tidak mudah menyerah pada nasib.
c. Manusia integral: Sadar akan multidimensionalitas kehidupan, paham akan kemungkinan jalan-jalan alternative, pandai membuat pilihan benaratas dasar pertimbangan yang benar dan yakin akan kebhinekaan kehidupan. Namun, mengintegrasikan dalam kehidupan.
Dengan demikian, orientasi pendidikan tidak lagi kepatuhan dan ketakutan, tapi tumbuhnya kesadaran kritis. Sikap kritis dapat melatih membedakan fakta, norma, penilaian, dan jeli menemukan simpul-simpul perubahan dan dinamika kehidupan. Pemekaran anak yang eksploratif, kreatif dan integral menghasilkan cara berpikir lateral (meloncat ke samping), istilahnya Romo Mangun adalah nggiwar yang memiliki sikap berani dan dan mahir mencari jalan-jalan dan sarana alternative.
Prinsip utama yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan adalah otonomi anak. Pendidikan yang sungguh-sungguhberpihak pada anak. Sudah 30 tahun lebih, anak-anak dianiaya oleh system pengajaran dan pendidikan yang tidak menghargai anak sebagai anak. Sekolah dianggap sebagai penjara dan dunia pendidikantelah dianggap memberangus anak sehingga anak mengalami apa yang disebut Paulo Freire sebagai “budaya bisu”. Anak memenuhi keinginan orang tua, guru, kurikulum nasional dan penguasa yang ternyata malah sebagai pembodohan bagi rakyat dan sebagai sarana penindasan secara sistematis melalui sekolah. Pendidikan robot menekankan metode hafalan, system instruksi, system militer, system komando hanya akan menghasilkan anak –anak robot tanpa mempunyai perasaan, kreatifitas, dan kepekaan social.
Belajar sejati dengan suasana merdekia dalam belajar adalah jati diri pendidikan. Sekarang pemerintah mulai membuka mata pada pendidikan dengan program desentralisasi pendidikan dan pengembangan kurikulum yang mengembangkan siswa sesuai dengan karakter dan kondisi daerahnya yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai upaya peningkatan mutu SDM Indonesia.

C. Pendidikan Multikultural
Masih terdengar di telinga kita, tentang tawuran antar pelajar, konflik antar ras dan agama, kekerasan, tindak criminal, dan tindakan krinal lain. Pendidikan yang hanya menekankan segi pengetahuan saja, apalagi nilai akan mengakibatkan peserta didik tidak berkembang menjadi manusia utuh. Sehingga menimbulkan konflik seperti menyontek, ketidakjujuran, tawuran, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi, korupsi, bahkan penghilangan etnis dan perang.
Kelihatannya masyarakat Indonesia yang berhati nurani sepakat untuk mencobga memperbaiki mental korup melalui pendidikan yang sebenar-benarnya. Pendidikan yang sejak awal, mengarahkan generasi muda tidak hanya mengejar kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosi, social, moral, spiritual, dan estetika. Kecerdasan-kecerdasan inilah yang lebih dipentingkan mengingat sangat erat hubungannya dengan etika, kejujuran, semangat, disiplin, toleran, menghargai orang lain, menyadari dirinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan pribadi, serta sikap untuk menghargai proses dalam menggapai kesuksesan bukan hanya hasilnya.
Merujuk tulisan Dr Ainurrofiq Daman, M.A. dalam bukunya Emoh Sekolah, pendidikan yang lebih mampu menjawab problematika pendidikan adalah pendidikan multicultural. Secara etimologis, istilah multicultural terdiri dari dua terma. Pendidikan yang diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik. Sedangkan multicultural diartikan sebagai keragaman budaya. Aneka kesopanan, dan banyak pemeliharaan. Secara terminologis, pendidikan multicultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia nmenghargaipluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, agama, dan kepercayaan.
Realita bahwa Indonesia adalah Negara yang dihuni dari berbagai suku, etnis, agama, bahasa membawa budaya heterogen serta tradisi dan peradaban yang beraneka ragam. Indonesia sebagai salah satu dari Negara yang berkemban, menjadikan pendidikan sebagai sarana membangun jati diri bangsa. Hal inilah yang memunculkan gagasan multicultural yang bersumber dari prinsip martabat keunikan peserta didik. Pendidikan model ini mengusung ideology yang memahami, menghormati, menghargai harkat dan martabat manusia dimanapun dia berada dan dari manapun dia berasal. Pendidikan ini secara inheren menrupakan dambaan semua orang, akan keniscayaannya akan konsep “memanusiakan manusia”. Multikulturalisme dalam penerapannya saat ini bukanlahmata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sehingga dalam implementasinya perlu dilakukan oleh guru-guru yang kreatif dan inovatif. Kegiatan belajar mengajar bukan hanya sebagai sosialisasi atau indoktrinasi guru. Akan tetapi, wahana dialog dan belajar bersama. Pembelajaran di kelas disusun sebagau simulasi kehidupan nyata sehingga peserta didik berpengalaman hidup sebagai warga masyarakat.
Pendidikan multicultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan nbangsa sendiri yang terdiri dari beragam budaya. Bila kedua tanggung jawab ini dapat tercapai, maka kemungkinan disintergrasi bangsa dan munculnya konflik dapat dihindarkan. Dalam konteks masyarakat Indonesia, melalui pendidikan multicultural, para pembelajar dibimbing untuk memahami makna bhineka tunggal ika dan untuk mengamalkan semboyan dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan pendangan manusia, pengungkapan tentang hakekat manusia dalam pendidikan sangat signifikan karena:
1. Pendidikan multicultural memandang bahwa manusia memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara keseluruhan.
2. Pendidikan multicultural tidak mentolelir adanyaketimpangan kurikulum.
3. Pendidikan menghendaki biaya pendidikan yang ringan dan dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin.

D. Pembelajaran Ideal bagi Pendidikan Dasar
Romo Mangun meyakini pandangan bahwatidak ada anak yang bodoh. Setiap anak secara unik nan alami dibekali naluri dasar tumbuh. Maka setiap guru yang benar terhadap murid bukan hanya sebagai instruktur, indoktrinator, penatar, birokrat, komandan atau pawing. Melainkan guru sebagai ibu, bapak, abang, kakak, sahabat dan penyayang peserta didik. Guru mendidik peserta didikdengan prinsip ajrih-asih dalam suasana sekolah yang penuh dengan kekeluargaan, kesetiakawanan, saling menolong, dan saling memajukan diri. Iklim kompetisi yang sehat harus diupayakan sehingga tidak mematikan uasaha anak untuk berprestasi.
Semua pendidikan yang baik selalu menganut kepada kearifan nenek moyang kita, yakni prinsip ajrih-asih tersebut. Ajrih berarti anak perlu diajari patub pada peraturan, disiplin yang konsekuen, menanggapi teguran yangs serius, bahkansering diperlukan sebentuk kekerasan pedagogisdan sebagainya. Akan tetapi juga diimbangi dengan asih yang banyak.
Dalam pembelajaran, peserta didik dinimbing sesuai dengan karakter, minat, dan bakat masing-masing. Menurut Howard Gagner, manusia mempunyai multiple intelegency (kecerdasan majemuk) yaitu kecerdasan linguistic, kecerdasan logika, kinestetik, music, intrapersonal, interpersonal, dan visual spasial. Untuk mendongkrak kualitas pembelajaran, diperlukan jurus jitu antara lain:
1. Mengembangkan kecerdasan eomsional.
2. Mengembangkan krativitas dalam pembelajaran.
3. Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih saying.
4. Membangkitkan nafsu belajar.


BAB III
PENUTUP

Pendidikan dikembangkan pada fungsi awalnya yaitu untuk pencerdasan, pendewasaan dan pemandirian masyarakat. Pendidikan yang bermekanisme belajar untuk seumur hidup berpedoman bahwa seluruh masyarakat adalah sekolah. Pendidikan seharusnya berprinsip otonomi anak yang menghargai anak sebagai anak seutuhnya. Sehingga pembelajaran diarahkan agar peserta didik mempunyai jiwa eksplorato, kreatif dan integral. Upaya penyadaran terhadap pendidikan untuk mendidik anak tidak menhadi robot dengan budaya bisunya, tetapi penuh ide dan gagasan untuk menciptakan suatu yang baru yang bermanfaat bagi kehidupan, serta dapat berinteraksi dengan masyarakat.
Pendidikan apapun bentuk dan sistemnya, tidak boleh kehilangan dimensi mulikulturalnya, termasuk didalamnya pendidikan keagamaan, keilmuan, karena realitas dalam kehidupan pada hakekatnya bersifat multidimensional. Demikian halnya, manusia sendiri adalah hahekatnya sebagai makhluk yang multidimensional. Karena itu, pendekatan kepada manusia untuk mengatasi problem kemanusiaan yang ada, tidak bias lain kecuali pendidikan multidimensional dan didalamnya adalah pendidikan multicultural yang berorientasi memanusiakan manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Ainurrofiq Dawam.2003. Emoh Sekolah. Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press
Hollingsworth, Pat & Gina Lewis. Pembelajaran Aktif. USA: Crown House Publising Company LLC.
Mluyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
YB Mangunwijaya. Impian dari Yogyakarta. Jakarta: KOMPAS
.2004. Pendidikan Pemerdekaan. Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo, posting comment Anda demi perbaikan